Selasa, 30 Oktober 2012

Senin, 03 Oktober 2011

Jangan Salahkan Bajuku,Salah Pemerkosa PunyaNafsu dan Burung!!Jangan Salahkan Bajuku,Salah Pemerkosa PunyaNafsu dan Burung!!

Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan
terhadap Perempuan menilai kasus kekerasan
seksual pada wanita masih sangat tinggi.
Tercatat,sepertiga ada 295.836 total kasus
kekerasan terhadap perempuan adalah kasus
kekerasan seksual. Artinya setiap hari ada 28
perempuan menjadi korban kekerasan seksual di
Indonesia.
Demo bela rok mini yang dianggap sebagai
pemicu pemerkosaan beberapa waktu lalu di
benderan HI
Menurut Komnas Perempuan, berulangnya
kasus-kasus kekerasan seksual dalam transportasi
umum menunjukkan bahwa tidak ada jaminan
rasa aman bagi perempuan. “Penanganan dua
kasus terakhir merupakan petunjuk penting pada
keseriusan aparat penegak hukum dan pejabat
publik dalam menjalankan mandat konstitusi
untuk perlindungan dan jaminan rasa aman bagi
warga negaranya,” kata komisioner Komnas
Perempuan Neng Dara Affiah dalam siaran pers,
Minggu (25/9/2011).
Puluhan perempuan itu mengenakan rok mini
dan membawa poster bertuliskan “Jangan
salahkan baju kami. Hukum si pemerkosa”. “My
rok is my right” dan “Don’t tell us how to dress.
Tell them not to rape”. “Jangan salahkan rok mini
kami. Salahkan otaknya,” ujar salah seorang
orator Ucapan orator itu ditimpali oleh beberapa
perserta aksi. “Yang mini bukan rok kami tapi otak
kalian,” teriak peserta demo di Bundaran HI .
Kajian Komnas Perempuan mengenai kekerasan
seksual menunjukkan, persoalan penanganan
kasus kekerasan seksual bermuara pada belum
tersedianya payung hukum yang memadai serta
kapasitas penegak hukum dalam menjalankan
tugasnya. Faktor budaya juga turut memperumit
penyelesaian kekerasan seksual. Budaya
penyangkalan, menyalahkan korban, dan konsep
aib akibat perempuan yang diperkosa dianggap
tidak lagi suci, telah menjauhkan perempuan
korban memperolah hak-haknya atas kebenaran,
keadilan dan pemulihan.
“Pernyataan yang menstigma perempuan korban
memprovokasi kekerasan dengan busana yang ia
kenakan, tidak saja telah menyakiti perempuan
korban dan keluarganya untuk kesekian kalinya,
serta semakin menyuburkan budaya yang
menyulitkan penyelesaikan kasus kekerasan
seksual, juga mengukuhkan diskriminasi terhadap
perempuan,” imbuh Neng Dara.
Demo aktifis perempuan, yang mengecam ulah
pemerkosa
Komnas Perempuan lalu mendesak para pihak
yang bertanggung jawab atas berlangsungnya
transportasi publik mengambil tindakan serius
dan tepat dalam memperbaiki sistem guna
menjamin rasa aman. “Serius dalam arti
perbaikan harus dilakukan secara komprehensif
dan sungguh-sungguh. Langkah kebijakan yang
tepat juga diperlukan agar tetap menjunjung
tinggi hak asasi manusia dan berkontribusi pada
pembentukan kondisi yang kondusif bagi
penghapusan kekerasan terhadap perempuan,”
ungkap komisioner Komnas Perempuan Andy
Yentriyani.
Komnas Perempuan mendukung usulan sistem
identifikasi pengemudi perlu diadopsi dengan
membentuk mekanisme sanksi pada pihak
pengusaha yang tidak taat dalam memastikan
terselenggaranya sistem tersebut. Perbaikan
infrastuktur juga perlu meliputi tersedianya
penerangan yang memadai di tempat tunggu dan
jalan, patroli dan kesiapsiagaan petugas
keamanan di titik-titik rawan, serta sarana
transportasi yang memadai sehingga
penumpang tidak perlu berdesak-desakan dan
membuka peluang terjadinya pelecehan seksual.
“Dalam kerangka memikirkan kebijakan yang
tepat, kebijakan gerbong khusus misalnya harus
segera ditinjau ulang.
Memberikan rasa aman bagi perempuan perlu
dilakukan tanpa membagi ruang publik antara
laki-laki dan perempuan. Pembagian ruang publik
ini justru akan mengukuhkan budaya
menyalahkan korban kekerasan seksual,” ungkap
Andy. Ia juga menyoroti pernyataan pihak
kepolisian tentang kesulitan mereka untuk
mencari jejak pelaku perkosaan yang justru
dengan gampang ditemukan oleh korban.
“Pernyataan ini justru meneguhkan prasangka
dalam masyarakat tentang ketidakseriusan jajaran
kepolisian atas upaya penegakan hukum,”
tegasnya.
Komnas Perempuan juga mendorong peran aktif
media dalam membantu penyelesaian kasus-
kasus kekerasan seksual. Hasil analisa Komnas
Perempuan terhadap 8 media cetak sepanjang
tahun 2010 menunjukkan 50 persen media telah
memenuhi etika jurnalistik dan hak korban dalam
pemberitaannya tentang kekerasan seksual
terhadap perempuan.
“Dengan pemenuhan etika jurnalistik dan hak
korban, liputan aktif media atas peristiwa dan
penanganan kasus sangat penting untuk
membangun pemahaman publik tentang
kekerasan seksual, dan mendorong aparat dan
pejabat publik dalam menghadirkan jaminan
perlindungan dan rasa aman di ruang publik serta
dalam memenuhi hak-hak korban,” pungkas
Andy.

Rabu, 01 Desember 2010

Ternyata Benua Atlantis Adalah Indonesia

Prof. Arysio Nunes Dos Santos menerbitkan buku yang menggemparkan : “Atlantis The Lost Continents Finally Found”. Dimana ditemukannya ? Secara tegas dinyatakannya bahwa lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu itu adalah di Indonesia (?!). Selama ini, benua yang diceritakan Plato 2.500 tahun yang lalu itu adalah benua yang dihuni oleh bangsa Atlantis yang memiliki peradaban yang sangat tinggi dengan alamnya yang sangat kaya, yang kemudian hilang tenggelam ke dasar laut oleh bencana banjir dan gempa bumi sebagai hukuman dari yang Kuasa. Kisah Atlantis ini dibahas dari masa ke masa, dan upaya penelusuran terus pula dilakukan guna menemukan sisa-sisa peradaban tinggi yang telah dicapai oleh bangsa Atlantis itu.

Pencarian dilakukan di Samudera Atlantik, Laut Tengah, Karibia, sampai ke kutub Utara. Pencarian ini sama sekali tidak ada hasilnya, sehingga sebagian orang beranggapan bahwa yang diceritakan Plato itu hanyalah negeri dongeng semata. Profesor Santos yang ahli Fisika Nuklir ini menyatakan bahwa Atlantis tidak pernah ditemukan karena dicari di tempat yang salah. Lokasi yang benar secara menyakinkan adalah Indonesia, katanya..

Prof. Santos mengatakan bahwa dia sudah meneliti kemungkinan lokasi Atlantis selama 29 tahun terakhir ini. Ilmu yang digunakan Santos dalam menelusur lokasi Atlantis ini adalah ilmu Geologi, Astronomi, Paleontologi, Archeologi, Linguistik, Ethnologi, dan Comparative Mythology. Buku Santos sewaktu ditanyakan ke ‘Amazon.com’ seminggu yang lalu ternyata habis tidak bersisa. Bukunya ini terlink ke 400 buah sites di Internet, dan websitenya sendiri menurut Santos selama ini telah dikunjungi sebanyak 2.500.000 visitors. Ini adalah iklan gratis untuk mengenalkan Indonesia secara efektif ke dunia luar, yang tidak memerlukan dana 1 sen pun dari Pemerintah RI.

Plato pernah menulis tentang Atlantis pada masa dimana Yunani masih menjadi pusat kebudayaan Dunia Barat (Western World). Sampai saat ini belum dapat dideteksi apakah sang ahli falsafah ini hanya menceritakan sebuah mitos, moral fable, science fiction, ataukah sebenarnya dia menceritakan sebuah kisah sejarah. Ataukah pula dia menjelaskan sebuah fakta secara jujur bahwa Atlantis adalah sebuah realitas absolut ?
Plato bercerita bahwa Atlantis adalah sebuah negara makmur dengan emas, batuan mulia, dan ‘mother of all civilazation’ dengan kerajaan berukuran benua yang menguasai pelayaran, perdagangan, menguasai ilmu metalurgi, memiliki jaringan irigasi, dengan kehidupan berkesenian, tarian, teater, musik, dan olahraga.
Warga Atlantis yang semula merupakan orang-orang terhormat dan kaya, kemudian berubah menjadi ambisius. Yang kuasa kemudian menghukum mereka dengan mendatangkan banjir, letusan gunung berapi, dan gempa bumi yang sedemikian dahsyatnya sehingga menenggelamkan seluruh benua itu.

Kisah-kisah sejenis atau mirip kisah Atlantis ini yang berakhir dengan bencana banjir dan gempa bumi, ternyata juga ditemui dalam kisah-kisah sakral tradisional di berbagai bagian dunia, yang diceritakan dalam bahasa setempat. Menurut Santos, ukuran waktu yang diberikan Plato 11.600 tahun BP (Before Present), secara tepat bersamaan dengan berakhirnya Zaman Es Pleistocene, yang juga menimbulkan bencana banjir dan gempa yang sangat hebat.
Bencana ini menyebabkan punahnya 70% dari species mamalia yang hidup saat itu, termasuk kemungkinan juga dua species manusia : Neandertal dan Cro-Magnon.
Sebelum terjadinya bencana banjir itu, pulau Sumatera, pulau Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara masih menyatu dengan semenanjung Malaysia dan benua Asia.
Posisi Indonesia terletak pada 3 lempeng tektonis yang saling menekan, yang menimbulkan sederetan gunung berapi mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan terus ke Utara sampai ke Filipina yang merupakan bagian dari ‘Ring of Fire’.
Gunung utama yang disebutkan oleh Santos, yang memegang peranan penting dalam bencana ini adalah Gunung Krakatau dan ‘sebuah gunung lain’ (kemungkinan Gunung Toba). Gunung lain yang disebut-sebut (dalam kaitannya dengan kisah-kisah mytologi adalah Gunung Semeru, Gunung Agung, dan Gunung Rinjani.

Bencana alam beruntun ini menurut Santos dimulai dengan ledakan dahsyat gunung Krakatau, yang memusnahkan seluruh gunung itu sendiri, dan membentuk sebuah kaldera besar yaitu selat Sunda yang jadinya memisahkan pulau Sumatera dan Jawa.
Letusan ini menimbulkan tsunami dengan gelombang laut yang sangat tinggi, yang kemudian menutupi dataran-dataran rendah diantara Sumatera dengan Semenanjung Malaysia, diantara Jawa dan Kalimantan, dan antara Sumatera dan Kalimantan. Abu hasil letusan gunung Krakatau yang berupa ‘fly-ash’ naik tinggi ke udara dan ditiup angin ke seluruh bagian dunia yang pada masa itu sebagian besar masih ditutup es (Zaman Es Pleistocene) .
Abu ini kemudian turun dan menutupi lapisan es. Akibat adanya lapisan abu, es kemudian mencair sebagai akibat panas matahari yang diserap oleh lapisan abu tersebut.
Gletser di kutub Utara dan Eropah kemudian meleleh dan mengalir ke seluruh bagian bumi yang rendah, termasuk Indonesia. Banjir akibat tsunami dan lelehan es inilah yang menyebabkan air laut naik sekitar 130 meter diatas dataran rendah Indonesia. Dataran rendah di Indonesia tenggelam dibawah muka laut, dan yang tinggal adalah dataran tinggi dan puncak-puncak gunung berapi.

Tekanan air yang besar ini menimbulkan tarikan dan tekanan yang hebat pada lempeng-lempeng benua, yang selanjutnya menimbulkan letusan-letusan gunung berapi selanjutnya dan gempa bumi yang dahsyat. Akibatnya adalah berakhirnya Zaman Es Pleitocene secara dramatis.
Dalam bukunya Plato menyebutkan bahwa Atlantis adalah negara makmur yang bermandi matahari sepanjang waktu. Padahal zaman pada waktu itu adalah Zaman Es, dimana temperatur bumi secara menyeluruh adalah kira-kira 15 derajat Celcius lebih dingin dari sekarang.
Lokasi yang bermandi sinar matahari pada waktu itu hanyalah Indonesia yang memang terletak di katulistiwa.

Plato juga menyebutkan bahwa luas benua Atlantis yang hilang itu “….lebih besar dari Lybia (Afrika Utara) dan Asia Kecil digabung jadi satu…”. Luas ini persis sama dengan luas kawasan Indonesia ditambah dengan luas Laut China Selatan.

Menurut Profesor Santos, para ahli yang umumnya berasal dari Barat, berkeyakinan teguh bahwa peradaban manusia berasal dari dunia mereka. Tapi realitas menunjukkan bahwa Atlantis berada di bawah perairan Indonesia dan bukan di tempat lain.
Walau dikisahkan dalam bahasa mereka masing-masing, ternyata istilah-istilah yang digunakan banyak yang merujuk ke hal atau kejadian yang sama.
Santos menyimpulkan bahwa penduduk Atlantis terdiri dari beberapa suku/etnis, dimana 2 buah suku terbesar adalah Aryan dan Dravidas.

Semua suku bangsa ini sebelumya berasal dari Afrika 3 juta tahun yang lalu, yang kemudian menyebar ke seluruh Eurasia dan ke Timur sampai Auatralia lebih kurang 1 juta tahun yang lalu. Di Indonesia mereka menemukan kondisi alam yang ideal untuk berkembang, yang menumbuhkan pengetahuan tentang pertanian serta peradaban secara menyeluruh. Ini terjadi pada zaman Pleistocene.

Pada Zaman Es itu, Atlantis adalah surga tropis dengan padang-padang yang indah, gunung, batu-batu mulia, metal berbagai jenis, parfum, sungai, danau, saluran irigasi, pertanian yang sangat produktif, istana emas dengan dinding-dinding perak, gajah, dan bermacam hewan liar lainnya. Menurut Santos, hanya Indonesialah yang sekaya ini (!). Ketika bencana yang diceritakan diatas terjadi, dimana air laut naik setinggi kira-kira 130 meter, penduduk Atlantis yang selamat terpaksa keluar dan pindah ke India, Asia Tenggara, China, Polynesia, dan Amerika.

Suku Aryan yang bermigrasi ke India mula-mula pindah dan menetap di lembah Indus. . Karena glacier Himalaya juga mencair dan menimbulkan banjir di lembah Indus, mereka bermigrasi lebih lanjut ke Mesir, Mesopotamia, Palestin, Afrika Utara, dan Asia Utara.
Di tempat-tempat baru ini mereka kemudian berupaya mengembangkan kembali budaya Atlantis yang merupakan akar budaya mereka.

Catatan terbaik dari tenggelamnya benua Atlantis ini dicatat di India melalui tradisi-tradisi cuci di daerah seperti Lanka, Kumari Kandan, Tripura, dan lain-lain. Mereka adalah pewaris dari budaya yang tenggelam tersebut.

Suku Dravidas yang berkulit lebih gelap tetap tinggal di Indonesia. Migrasi besar-besaran ini dapat menjelaskan timbulnya secara tiba-tiba atau seketika teknologi maju seperti pertanian, pengolahan batu mulia, metalurgi, agama, dan diatas semuanya adalah bahasa dan abjad di seluruh dunia selama masa yang disebut Neolithic Revolution.
Bahasa-bahasa dapat ditelusur berasal dari Sansekerta dan Dravida. Karenanya bahasa-bahasa di dunia sangat maju dipandang dari gramatika dan semantik. Contohnya adalah abjad. Semua abjad menunjukkan adanya “sidik jari” dari India yang pada masa itu merupakan bagian yang integral dari Indonesia.

Dari Indonesialah lahir bibit-bibit peradaban yang kemudian berkembang menjadi budaya lembah Indus, Mesir, Mesopotamia, Hatti, Junani, Minoan, Crete, Roma, Inka, Maya, Aztek, dan lain-lain. Budaya-budaya ini mengenal mitos yang sangat mirip. Nama Atlantis diberbagai suku bangsa disebut sebagai Tala, Attala, Patala, Talatala, Thule, Tollan, Aztlan, Tluloc, dan lain-lain.

Itulah ringkasan teori Profesor Santos yang ingin membuktikan bahwa benua atlantis yang hilang itu sebenarnya berada di Indonesia. Bukti-bukti yang menguatkan Indonesia sebagai Atlantis, dibandingkan dengan lokasi alternative lainnya disimpulkan Profesor Santos dalam suatu matrix yang disebutnya sebagai ‘Checklist’.

Terlepas dari benar atau tidaknya teori ini, atau dapat dibuktikannya atau tidak kelak keberadaan Atlantis di bawah laut di Indonesia, teori Profesor Santos ini sampai saat ini ternyata mampu menarik perhatian orang-orang luar ke Indonesia. Teori ini juga disusun dengan argumentasi atau hujjah yang cukup jelas.

Kalau ada yang beranggapan bahwa kualitas bangsa Indonesia sekarang sama sekali “tidak meyakinkan” untuk dapat dikatakan sebagai nenek moyang dari bangsa-bangsa maju yang diturunkannya itu, maka ini adalah suatu proses maju atau mundurnya peradaban yang memakan waktu lebih dari sepuluh ribu tahun. Contoh kecilnya, ya perbandingan yang sangat populer tentang orang Malaysia dan Indonesia; dimana 30 tahunan yang lalu mereka masih belajar dari kita, dan sekarang mereka relatif berada di depan kita.

Allah SWT juga berfirman bahwa nasib manusia ini memang dipergilirkan. Yang mulia suatu saat akan menjadi hina, dan sebaliknya. Profesor Santos akan terus melakukan penelitian lapangan lebih lanjut guna membuktikan teorinya. Kemajuan teknologi masa kini seperti satelit yang mampu memetakan dasar lautan, kapal selam mini untuk penelitian (sebagaimana yang digunakan untuk menemukan kapal ‘Titanic’), dan beragam peralatan canggih lainnya diharapkannya akan mampu membantu mencari bukti-bukti pendukung yang kini diduga masih tersembunyi di dasar laut di Indonesia.

Apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan bangsa Indonesia ? Bagaimana pula pakar Indonesia dari berbagai disiplin keilmuan menanggapi teori yang sebenarnya “mengangkat” Indonesia ke posisi sangat terhormat : sebagai asal usul peradaban bangsa-bangsa seluruh dunia ini ?

Coba kita renungkan penyebab Atlantis dulu dihancurkan : penduduk cerdas terhormat yang berubah menjadi ambisius serta berbagai kelakuan buruk lainnya (mungkin ‘korupsi’ salah satunya). Nah, salah-salah Indonesia sang “mantan Atlantis” ini bakal kena hukuman lagi nanti kalau tidak mau berubah seperti yang ditampakkan bangsa ini secara terang-terangan sekarang ini.
 

Bagi yang berminat untuk membaca lebih jelas, dapat langsung ke website Profesor Arysio Nunes Dos Santos – Atlantis The Lost Continent Finally Found http://www.atlan.org/